Saturday, July 21, 2007

Goal Orientation

Model goal orientasi saat ini diketengahkan oleh Button et al.(1996) dan VandeWalle (1997) yang dirujuk dari kerangka Dweck dan Leggett’s (1988), terdiri dari beberapa konstruk (construct) yang secara konsep mempunyai ciri atau karakteristik yang berbeda.Button et al. (1996) mendefinisikannya dalam dua konstruk yang keduanya sebagai variabel yang cukup stabil dan secara individu berbeda, yakni :
  • Learning goal orientation (berorientasi pada tujuan belajar, disingkat LGOb) : mempromosikan suatu tanggapan yang berorientasi pada penguasaan (mastery orientation) dan
  • Performance goal orientation (berorientasi pada tujuan dalam mencapai suatu kinerja tertentu, disingkat PGOb) : menciptakan suatu sifat yang mudah mempengaruhi pada sesuatu hal yang menyimpang (maladaptive) atau tidak berdaya (helpless) melakukan suatu respon.

Skala untuk mengukur goal orientasi yang dibangun oleh Button et al. (1996) terdiri dari 16 item, masing-masing 8 item untuk setiap konstruknya.

Sedangkan menurut VandeWalle (1997), mendefinisikan goal orientation secara konsep sebagai sifat yang stabil yang bergerak kearah pengembangan kemampuan berprestasi dalam berbagai situasi, dan terdiri dari tiga konstruk, yakni :

  1. Learning goal orientation (disingkat LGOv) : didefinisikan sebagai keinginan untuk mengembangkan diri dengan memperoleh ketrampilan baru, menguasai situasi baru, dan meningkatkan kemampuan seseorang. Menurut VandeWalle, Performance goal orientation dibedakan antara suatu keinginan untuk memperlihatkan suatu kemampuan dengan suatu keinginan untuk menghindari hal-hal negatif dalam mengevaluasi suatu kemampuan. Sehingga timbul dikotomi dalam performance goal orientation, yakni antara dimensi :
  2. Performance prove goal orientasi (memperlihatkan kinerja, disingkat PPGOv) didefinisikan sebagai suatu keinginan seseorang memperlihatkan kemampuannya.
  3. Performance avoid goal orientation (tidak memperlihatkan kinerja, disingkat PAGOv) didefinisikan sebagai suatu keinginan untuk membuktikan kemampuannya dan menghindari hal-hal negatip dalam mempertimbangkan kemampuannya.

Skala yang dibangun oleh VadeWalle (1997) untuk mengukur goal orientasi ini terdiri dari 13 item, yakni : 5 item untuk kontruk yang pertama, dan masing-masing 4 item untuk konstruk kedua dan ketiga. Penelitian yang dilakukan oleh McKinney (2003) menunjukkan bahwa self-esteem dan generalized self-efficacy mempunyai hubungan positip dengan learning goal orientation (LGOb dan LGOv), dan mempunyai hubungan negatip dengan performance goal orientation (PGOb, PPGOv, PAGOv). Pada penelitian itu self-esteem diukur menggunakan Self-Esteem Scale yang terdiri dari 10 item dan dikembangkan oleh Rosenberg (1965), sedangkan generalized self-efficacy diukur menggunakan Generalized Self-Efficacy Scale yang terdiri dari 8 item dan dikembangkan oleh Chen et al. (2001).

Model goal orientasi saat ini diketengahkan oleh Button et al.(1996) dan VandeWalle (1997) yang dirujuk dari kerangka Dweck dan Leggett’s (1988), terdiri dari beberapa konstruk (construct) yang secara konsep mempunyai ciri atau karakteristik yang berbeda.Button et al. (1996) mendefinisikannya dalam dua konstruk yang keduanya sebagai variabel yang cukup stabil dan secara individu berbeda, yakni
  • Learning goal orientation (berorientasi pada tujuan belajar, disingkat LGOb) : mempromosikan suatu tanggapan yang berorientasi pada penguasaan (mastery orientation) dan
  • Performance goal orientation (berorientasi pada tujuan dalam mencapai suatu kinerja tertentu, disingkat PGOb) : menciptakan suatu sifat yang mudah mempengaruhi pada sesuatu hal yang menyimpang (maladaptive) atau tidak berdaya (helpless) melakukan suatu respon.

Skala untuk mengukur goal orientasi yang dibangun oleh Button et al. (1996) terdiri dari 16 item, masing-masing 8 item untuk setiap konstruknya.

Sedangkan menurut VandeWalle (1997), mendefinisikan goal orientation secara konsep sebagai sifat yang stabil yang bergerak kearah pengembangan kemampuan berprestasi dalam berbagai situasi, dan terdiri dari tiga konstruk, yakni :

  1. Learning goal orientation (disingkat LGOv) : didefinisikan sebagai keinginan untukmengembangkan diri dengan memperoleh ketrampilan baru, menguasai situasi baru, dan kemampuan seseorang. Menurut VandeWalle, Performance goal orientation dibedakan antara suatu keinginan memperlihatkan suatu kemampuan dengan suatu keinginan untuk menghindari hal- hal negatif dalam mengevaluasi suatu kemampuan. Sehingga timbul dikotomi dalam performance goal orientation, yakni antara dimensi :
  2. Performance prove goal orientasi (memperlihatkan kinerja, disingkat PPGOv) didefinisikan sebagai suatu keinginan seseorang memperlihatkan kemampuannya.
  3. Performance avoid goal orientation (tidak memperlihatkan kinerja, disingkat PAGOv) didefinisikan sebagai suatu keinginan untuk membuktikan kemampuannya dan menghindari hal-hal negatip dalam mempertimbangkan kemampuannya.

Skala yang dibangun oleh VadeWalle (1997) untuk mengukur goal orientasi ini terdiri dari 13 item, yakni : 5 item untuk kontruk yang pertama, dan masing-masing 4 item untuk konstruk kedua dan ketiga. Penelitian yang dilakukan oleh McKinney (2003) menunjukkan bahwa self-esteem dan generalized self-efficacy mempunyai hubungan positip dengan learning goal orientation (LGOb dan LGOv), dan mempunyai hubungan negatip dengan performance goal orientation (PGOb, PPGOv, PAGOv). Pada penelitian itu self-esteem diukur menggunakan Self-Esteem Scale yang terdiri dari 10 item dan dikembangkan oleh Rosenberg (1965), sedangkan generalized self-efficacy diukur menggunakan Generalized Self-Efficacy Scale yang terdiri dari 8 item dan dikembangkan oleh Chen et al. (2001).

Monday, July 9, 2007

Teori tentang Self-Concept

Teori tentang self-concept / konsep diri berhubungan dengan suatu gagasan tentang diri seseorang, self-consistency / konsistensi diri (konsisten terhadap apa yang ada pada dirinya), dan self-enhancement / peningkatan diri (kecenderungan untuk mempertahankan sesuatu hal yang positip yang ada pada dirinya) merupakan sesuatu hal yang penting (Hattie, 1992). Konsep diri merupakan salah satu konstruk yang penuh misteri dalam psikologi. Beberapa peneliti mendefinisikan self-concept dengan berbagai cara, istilah self-concept kadang-kadang digunakan sebagai sinonim dari istilah self-regard (kehormatan seseorang), self esteem (harga diri) atau yang lain.Untuk menghindari hal seperti itu, kita gunakan model self-concept dari Shavelson, Hubner, and Stanton (1976 : 411) untuk mengenali self-concept yang multi dimensi. Dalam model itu self-concept didefinisikan sebagai bagaimana seseorang mempersepsikan dirinya dan itu dibentuk melalui pengalaman penting yang diperoleh dari lingkungan dirinya atau orang lain. Shalvenson dan koleganya mengambil istilah self-concept secara umum (global self-esteem) baik digunakan pada bidang akademik maupun tidak. Dalam artikel ini kita fokuskan pada global self-esteem dan academic self-concept (self-concept pada bidang akademik).
Global self-esteem didefinisikan sebagai keseluruhan pemikiran dan perasaan seseorang yang menjadi acuan dalam menempatkan dirinya sebagai obyek (Rosenberg, 1979 : 7), dan secara umum mengevaluasi sikap dan perasaan kita pada lingkungan di sekitar kita, dan sebagai bahan pertimbangan dalam memahami tentang diri kita sendiri secara mendalam (Brodbar, 1980). Global self-esteem tidak menyiratkan menjadi domain yang khusus dari self-evaluations (academic self-concept) dan tidak ada hubungannya dengan self-esteem. Sesungguhnya para peneliti telah memperlihatkan hubungan yang spesifik antara self-evaluation dengan global self-esteem (Marsh, 1992; Pelham & Swann, 1989). Self-esteem berhubungan dengan bagaimana seseorang merasakan sesuatu hal, bagaimana mereka berpikir, dan bagaimana mereka bertindak. Meskipun global self-esteem terlihat penting dalam konteks akademik, namun self-concept pada bidang akademik telah ditemukan menjadi penaksir yang baik untuk prestasi akademik siswa (Byrne, 1996; Marsh, 1992).
Self-concept pada bidang akademik didefinisikan sebagai persepsi seseorang secara menyeluruh pada bidang akademik, dan itu mengacu pada evaluasi diri (self-evaluation) pada domain yang berkaitan pada hal-hal yang bersifat akademik. Misalnya tipe beberapa item yang digunakan untuk menilai self-concept seseorang pada bidang akademik antara lain : ‘Saya bangga pada kelas yang saya ikuti’ atau ‘Ujian saya ikuti tidak memberi tantangan seperti yang harapkan’. Self-concept pada bidang akademik secara ekstensif telah diperlihatkan mempunyai hubungan dengan hasil belajar siswa di tingkat sekolah maupun lembaga pendidikan tinggi (Byrne, 1996; Cockley, 2003; Cockley, Bernard, Cunningham, Motoike, 2001; Harter, 1982; Hattie, 1992; Marsh, 1990; 1992; Reynolds, 1988; Reynolds, Ramirez, Magrina, & Allen, 1980).