Monday, March 26, 2007

Questionnaire on Teacher Interaction

Penelitian pada lingkungan pembelajaran di kelas telah semakin banyak dilakukan oleh para peneliti dibandingkan beberapa dekade yang lalu, beberapa peneliti di Asia juga telah ikut berkontribusi dalam konteks budaya yang berbeda, terutama sekali jika dibandingkan dengan beberapa dekade sebelum itu. Peneliti Asia telah melakukan validasi ulang terhadap kuisener lingkungan kelas saat ini, karena kuisener itu berasal dari Barat, dan mereka juga sudah menyesuaikannya dengan budaya Asia (menambah atau mengurangi beberapa item) dengan cara menterjemahkannya dengan hati-hati dan mengadopsinya untuk digunakan dalam bahasa Cina, Korea, Malaysia, dan Indonesia. Beberapa studi yang dilakukan di Asia juga melakukan penelitian yang sama dengan apa yang dilakukan di Barat, hal itu dilakukan agar dapat ditetapkan secara konsisten hubungan antara lingkungan pembelajaran di kelas dengan hasil belajar siswa, digunakan untuk menilai lingkungan pembelajaran dalam rangka mengevaluasi program-program pendidikan, dan mengidentifikasi faktor-faktor penentu beberapa lingkungan pembelajaran, khususnya di kawasan Asia. Beberapa penelitian yang dilakukan di Asia antara lain : ‘Classroom Environment and Teacher Interpersonal Behaviour in Secondary Science Classes in Korea’ (Kim et al. 2000), ‘Teacher–Student Interactions and Science Classroom Learning Environments in India’ (Koul, 2003), ‘Associations between Teacher-Student Interpersonal Behaviour and Student Attitudes in Physics Classes in Thailand’ (Santiboon and Fisher, 2005), ‘Secondary science students’ perceptions of learning environment and its association with achievement in biology’ (Yong, 2001), dan masih ada beberapa lagi.

Menurut mereka hasil belajar dan sikap siswa tidak hanya mempunyai hubungan dengan lingkungan pembelajaran saja, akan tetapi juga mempunyai hubungan dengan perilaku interpersonal guru di kelas. Wubbels et al. (1985) memfokuskan pada guru sebagai variabel untuk meningkatkan lingkungan pembelajaran di kelas, dan mengembangkan suatu model untuk memetakan perilaku hubungan antar pribadi (interpersonal) guru dalam menjalin hubungannya dengan siswa dan antar siswa. Hal tersebut didasarkan pada model perilaku antar pribadi Leary (1957). Model Leary, dengan dua dimensi, yakni kedekatan (proximity) dan pengaruh (influence), telah secara ekstensif diselidiki dalam psikologi klinik dan psychotherapeutic dan terbukti suatu model yang cukup lengkap untuk menjelaskan perilaku hubungan antar pribadi (Foa, 1961). Namun demikian, kuisener hubungan antar pribadi yang didasarkan pada model ini tidak layak untuk mengukur perilaku hubungan antar pribadi guru. Oleh karena itu, Wubbels et al. (1985) dengan mengadaptasi model Leary dan mengembangkannya ke dalam model untuk mengukur perilaku hubungan antar pribadi guru dalam suatu kuisener QTI (Questionnaire on Teacher Interaction). Mereka memetakan perilaku guru dengan dimensi kedekatan (proximity), yakni kerjasama (Cooperation-C) dan Oposisi (Opposition-O) dan suatu dimensi pengaruh (influence), yakni Kekuasaan (Dominance-D) dan Kepatuhan (Submission-S). Kedua dimensi ini dapat dinyatakan dalam suatu sistem koordinat yang dibagi menjadi delapan sektor yang luasnya sama seperti ditampilkan pada Figure 1. Masing-masing sektor menyatakan perilaku guru, yakni :

·Leadership (kepemimpinan) : sejauh mana guru mempimpin, mengorganisir, memberikan materi pelajaran, menentukan prosedur pengajaran dan mengendalikan situasi kelas.

·Helping / Friendly (bersahabat dan siap membantu) : sejauh mana guru menaruh perhatian, penuh pertimbangan, percaya diri dalam bertindak, ramah, dan dapat dipercaya.

·Understanding (memahami Siswa) : sejauh mana guru siap mendengar keluhan, menaruh empati, memahami dan dapat dipercaya, dan bersikap terbuka dengan para siswa.

·Responsibility / Freedom (kebebasan Siswa dalam mengemukakan pendapat) : memberi kesempatan kepada para siswa lebih mandiri, memberikan tanggung jawab dan kebebasan dalam mengambil keputusan kepada para siswa.

·Uncertain (ketidakpastian) : sejauh mana guru penuh ketidakpastian dalam bertindak dan rendah hati.

·Dissatisfied (ketidakpuasan) : sejauh mana guru menyatakan ketidakpuasannya, kritik, terlihat tidak bahagia, berdiam diri.

·Admonishing (memberi peringatan) : sejauh mana guru menjadi marah, menyatakan kejengkelan dan kemarahannya, memberi peringatan dan hukuman.

·Strict behaviour (berperilaku tegas) : sejauh mana guru melakukan pemeriksaan di kelas berkaitan dengan kegiatan pengajaran, menjaga ketenangan, dan menegakkan aturan dengan keras.

Monday, March 19, 2007

What is Happening in this Class ?

Kelas telah lama dikenali sebagai lingkungan sosial yang kritis dalam hubungannya dengan prestasi pendidikan siswa (Anderson & Burns, 1989; Borich, 1988; Fraser & Walberg, 1991). Beberapa pendidik dan peneliti percaya bahwa kelas memegang peranan penting dalam pengembangan siswa secara konigtif dan afektif. Kerangka teoritis dalam memahami pentingnya pengaruh lingkungan pada setiap individu, berakar secara historis pada formula yang dikembangkan oleh Lewin. Menurut Lewin (1936), tingkah laku manusia dipercaya sebagai sesuatu hal yang ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara individu dengan lingkungannnya. Ia berpendapat bahwa hubungan timbal balik interaksi antara orang dan lingkungannya juga mempengaruhi tingkah laku manusia.

Penelitian tentang iklim (lingkungan psikososial) pembelajaran di kelas sudah dikerjakan oleh para peneliti sejak tiga dekade yang lalu ( Fraser, 1998a; Goh & Khine, 2002; Tobin & Fraser, 1998) dengan berbagai metoda evaluasi, dan penelitian di bidang ini didominasi oleh penelitian yang berkaitan dengan penilaian prestasi akademis siswa (Fraser, 1998b). Sedangkan pengukuran efektivitas kelas secara kuantitatif seringkali mengalami banyak kendala, antara lain adalah “keterbatasan pengujian, sangat baku, dangkal, dan dengan mudah hasilnya terlupakan", dan di banyak sekolah yang lainpun kurang mendapat perhatian ( Kyle, 1997, p.851), hal itu merupakan suatu gambaran yang menyeluruh bahwa penelitian pada proses pendidikan sangat kurang. Pada awal tahun 1960, Bloom mengungkapkan bahwa pengukuran di lingkungan psikososial pembelajaran di kelas merupakan komponen yang menentukan arah dalam meramalkan dan selalu mencari cara terbaik untuk kesuksesan pembelajar (Anderson & Walberg, 1974). Sejak saat itu banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa persepsi siswa terhadap lingkungan (psikososial) pembelajaran di kelas dapat diukur dengan instrumen melalui survei, dan hasil penelitian mereka dijamin validitasnya ( Anderson & Walberg, 1974; Fraser, 1997, 1998a, 1998b, 2002b; Moos, 1979).

Usaha penelitian berskala internasional yang menyertakan konsep, penilaian, dan penyelidikan terhadap persepsi aspek yang menyangkut lingkungan pembelajaran di kelas sudah menetapkan bahwa lingkungan pembelajaran di kelas sebagai bidang kajian telah banyak diminati banyak peneliti ( Fraser, 1994, 1998; Fraser & Walberg, 1991). Sebagai contoh, riset lingkungan pembelajaran di kelas akhir-akhir ini memusat pada constructivist lingkungan pembelajaran di kelas ( Taylor et al., 1997), lingkungan pembelajaran di kelas yang menggunakan teknologi informasi (The & Fraser, 1994), lingkungan pembelajaran di laboratorium ilmu pengetahuan alam ( Fraser et al., 1995), dan perilaku seorang guru di kelas(Wubbels & Levy, 1993; Fisher & Kent, in press). Dalam tiga dekade, banyak perhatian telah diberikan pada pengembangan dan penggunaan instrumen untuk menilai kualitas dari lingkungan pembelajaran di kelas dari perspektif siswa (Fraser, 1991, 1994, 1998; Fraser & Walberg, 1991), dan hubungan antara hasil belajar siswa dengan variabel lingkungan berfokus pada penggunaan instrumen lingkungan pembelajaran di kelas. Sejak 20 tahun yang lalu, sejumlah instrumen telah dikembangkan untuk mengukur lingkungan pembelajaran dikelas(Fraser, 1994). Learning Environment Scale (LEI; Anderson & Walberg, 1974; Fraser et al., 1982) dan Classroom Environment Scale ( CES; Trickett & Moos, 1973; Moos & Trickett, 1974) lebih awal digunakan secara ekstensif untuk menilai lingkungan pembelajaran di kelas, dan dari kedua model ini nantinya menjadi rujukan untuk mengembangkan beberapa instrumen. Beberapa instrumen telah dikembangkan dalam konteks kelas yang lebih spesifik seperti kelas individual (Rentoul & Fraser, 1979), constructivist kelas (Taylor et al., 1997), kelas dengan perangkat ajar menggunakan komputer (The & Fraser, 1994), kelas dalam bentuk laboratorium ilmu pengetahuan alam (Fraser et al., 1995), lingkungan pembelajaran di kelas untuk Sekolah Dasar (Fraser & O'Brien, 1985) dan lingkungan pembelajaran di kelas lembaga pendidikan lebih tinggi ( Fraser & Treagust, 1986).

Fraser et al. (1996) telah mengembangkan suatu instrumen lingkungan pembelajaran yang baru, yakni kuisener ‘What is Happening in this Class’ (Apa yang sedang terjadi di Kelas ini) disingkat WIHIC. Instrumen ini merupakan skala yang dapat memprediksi hasil belajar siswa dengan apa yang terjadi pada lingkungan pembelajaran di kelas, dan juga mencerminkan pandangan baru dalam belajar secara kognitif. Skala WIHIC terdiri dari tujuh sub-skala, yakni: Kekompakan Siswa (Student Cohesiveness), Dukungan Guru (Teacher Support), Keterlibatan Siswa (Involvement), Penyelidikan (Investigation), Pengarahan tugas (Task Orientation), Kerjasama (Cooperation), dan Kesetaraan (Equity).

Data kuatitatif yang menggunakan skala WIHIC didukung validitas dan reliabilitasnya dalam beberapa mata pelajaran. Aldridge et al. (1998) juga menggunakan WIHIC untuk studi antar negara pada lingkungan pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan alam di Taiwan, Australia, mata pelajaran biologi di Brunei Darussalam (Bob Chui-Seng Yong, 2001), di lembaga pendidikan tinggi komputer (Margianti, Fraser, 2000).

Bahan Rujukan

Anderson, G.J., & Walberg, H.J. (1974). Learning Environment. In H.J., Walberg (ed.). Evaluating Educational Performance : A Sourcebook of Methods, Instruments, and Examples. Berkeley, CA : McCutchan.

Anderson, L. W., & Burns, R. B. (1989). Research in Classroom. Oxford : Pergamon Press.

Fraser, B. J., & Walberg, H. (1991). Educational Environmnets : Evaluation, Antecedents And Consequences. Oxford : Pergamon Press.

Fraser, B.J. (1994). Research in classroom and school climate. In D. Gabel (Ed.), Handbook of research on science teaching and learning (pp. 493-541), New York : Macmillan.

Fraser, B.J., et al.. (1995). Evolution and validation of a personal formof an instrument for assessing science laboratory classroom environments. Journal of Research in Science and Teaching, 32, 399-422.

Fraser, B.J., et al.. (1996). Development, validation, and use of personal and class forms of a new classroom environment instrument. Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research Assosiation, New York.

Fraser, B. J. (1998a). Classroom environment instrument : Development, Validity, and applications. Learning Environment Research, 1, 7-33.

Fraser, B. J. (1998b). Science learning environments : Assessments, Effects and determinants. In B.J. Fraser, & K.G. Tobin. (Eds). International handbook of science education (pp. 527-564). Dornrecht, The Netherlands : Kluwer.

Goh, S. C., & Khine, M. S. (Eds). (2002). Studies in educational learning environments : An International Perspective. Singapore : World Sciencetific.

Rawnsley, D., and Fisher, D. (1997a). Using personal and class forms of a learning environment questionnaire in mathematics classrooms. Paper presented at the International Conference on Science, Mathematics and Technology Education, Hanoi, Vietnam.