Penelitian pada lingkungan pembelajaran di kelas telah semakin banyak dilakukan oleh para peneliti dibandingkan beberapa dekade yang lalu, beberapa peneliti di Asia juga telah ikut berkontribusi dalam konteks budaya yang berbeda, terutama sekali jika dibandingkan dengan beberapa dekade sebelum itu. Peneliti Asia telah melakukan validasi ulang terhadap kuisener lingkungan kelas saat ini, karena kuisener itu berasal dari Barat, dan mereka juga sudah menyesuaikannya dengan budaya Asia (menambah atau mengurangi beberapa item) dengan cara menterjemahkannya dengan hati-hati dan mengadopsinya untuk digunakan dalam bahasa Cina, Korea, Malaysia, dan Indonesia. Beberapa studi yang dilakukan di Asia juga melakukan penelitian yang sama dengan apa yang dilakukan di Barat, hal itu dilakukan agar dapat ditetapkan secara konsisten hubungan antara lingkungan pembelajaran di kelas dengan hasil belajar siswa, digunakan untuk menilai lingkungan pembelajaran dalam rangka mengevaluasi program-program pendidikan, dan mengidentifikasi faktor-faktor penentu beberapa lingkungan pembelajaran, khususnya di kawasan Asia. Beberapa penelitian yang dilakukan di Asia antara lain : ‘Classroom Environment and Teacher Interpersonal Behaviour in Secondary Science Classes in Korea’ (Kim et al. 2000), ‘Teacher–Student Interactions and Science Classroom Learning Environments in India’ (Koul, 2003), ‘Associations between Teacher-Student Interpersonal Behaviour and Student Attitudes in Physics Classes in Thailand’ (Santiboon and Fisher, 2005), ‘Secondary science students’ perceptions of learning environment and its association with achievement in biology’ (Yong, 2001), dan masih ada beberapa lagi.
Menurut mereka hasil belajar dan sikap siswa tidak hanya mempunyai hubungan dengan lingkungan pembelajaran saja, akan tetapi juga mempunyai hubungan dengan perilaku interpersonal guru di kelas. Wubbels et al. (1985) memfokuskan pada guru sebagai variabel untuk meningkatkan lingkungan pembelajaran di kelas, dan mengembangkan suatu model untuk memetakan perilaku hubungan antar pribadi (interpersonal) guru dalam menjalin hubungannya dengan siswa dan antar siswa. Hal tersebut didasarkan pada model perilaku antar pribadi Leary (1957). Model Leary, dengan dua dimensi, yakni kedekatan (proximity) dan pengaruh (influence), telah secara ekstensif diselidiki dalam psikologi klinik dan psychotherapeutic dan terbukti suatu model yang cukup lengkap untuk menjelaskan perilaku hubungan antar pribadi (Foa, 1961). Namun demikian, kuisener hubungan antar pribadi yang didasarkan pada model ini tidak layak untuk mengukur perilaku hubungan antar pribadi guru. Oleh karena itu, Wubbels et al. (1985) dengan mengadaptasi model Leary dan mengembangkannya ke dalam model untuk mengukur perilaku hubungan antar pribadi guru dalam suatu kuisener QTI (Questionnaire on Teacher Interaction). Mereka memetakan perilaku guru dengan dimensi kedekatan (proximity), yakni kerjasama (Cooperation-C) dan Oposisi (Opposition-O) dan suatu dimensi pengaruh (influence), yakni Kekuasaan (Dominance-D) dan Kepatuhan (Submission-S). Kedua dimensi ini dapat dinyatakan dalam suatu sistem koordinat yang dibagi menjadi delapan sektor yang luasnya sama seperti ditampilkan pada Figure 1. Masing-masing sektor menyatakan perilaku guru, yakni :
·Leadership (kepemimpinan) : sejauh mana guru mempimpin, mengorganisir, memberikan materi pelajaran, menentukan prosedur pengajaran dan mengendalikan situasi kelas.
·Helping / Friendly (bersahabat dan siap membantu) : sejauh mana guru menaruh perhatian, penuh pertimbangan, percaya diri dalam bertindak, ramah, dan dapat dipercaya.
·Understanding (memahami Siswa) : sejauh mana guru siap mendengar keluhan, menaruh empati, memahami dan dapat dipercaya, dan bersikap terbuka dengan para siswa.
·Responsibility / Freedom (kebebasan Siswa dalam mengemukakan pendapat) : memberi kesempatan kepada para siswa lebih mandiri, memberikan tanggung jawab dan kebebasan dalam mengambil keputusan kepada para siswa.
·Uncertain (ketidakpastian) : sejauh mana guru penuh ketidakpastian dalam bertindak dan rendah hati.
·Dissatisfied (ketidakpuasan) : sejauh mana guru menyatakan ketidakpuasannya, kritik, terlihat tidak bahagia, berdiam diri.
·Admonishing (memberi peringatan) : sejauh mana guru menjadi marah, menyatakan kejengkelan dan kemarahannya, memberi peringatan dan hukuman.
·Strict behaviour (berperilaku tegas) : sejauh mana guru melakukan pemeriksaan di kelas berkaitan dengan kegiatan pengajaran, menjaga ketenangan, dan menegakkan aturan dengan keras.
Menurut mereka hasil belajar dan sikap siswa tidak hanya mempunyai hubungan dengan lingkungan pembelajaran saja, akan tetapi juga mempunyai hubungan dengan perilaku interpersonal guru di kelas. Wubbels et al. (1985) memfokuskan pada guru sebagai variabel untuk meningkatkan lingkungan pembelajaran di kelas, dan mengembangkan suatu model untuk memetakan perilaku hubungan antar pribadi (interpersonal) guru dalam menjalin hubungannya dengan siswa dan antar siswa. Hal tersebut didasarkan pada model perilaku antar pribadi Leary (1957). Model Leary, dengan dua dimensi, yakni kedekatan (proximity) dan pengaruh (influence), telah secara ekstensif diselidiki dalam psikologi klinik dan psychotherapeutic dan terbukti suatu model yang cukup lengkap untuk menjelaskan perilaku hubungan antar pribadi (Foa, 1961). Namun demikian, kuisener hubungan antar pribadi yang didasarkan pada model ini tidak layak untuk mengukur perilaku hubungan antar pribadi guru. Oleh karena itu, Wubbels et al. (1985) dengan mengadaptasi model Leary dan mengembangkannya ke dalam model untuk mengukur perilaku hubungan antar pribadi guru dalam suatu kuisener QTI (Questionnaire on Teacher Interaction). Mereka memetakan perilaku guru dengan dimensi kedekatan (proximity), yakni kerjasama (Cooperation-C) dan Oposisi (Opposition-O) dan suatu dimensi pengaruh (influence), yakni Kekuasaan (Dominance-D) dan Kepatuhan (Submission-S). Kedua dimensi ini dapat dinyatakan dalam suatu sistem koordinat yang dibagi menjadi delapan sektor yang luasnya sama seperti ditampilkan pada Figure 1. Masing-masing sektor menyatakan perilaku guru, yakni :
·Leadership (kepemimpinan) : sejauh mana guru mempimpin, mengorganisir, memberikan materi pelajaran, menentukan prosedur pengajaran dan mengendalikan situasi kelas.
·Helping / Friendly (bersahabat dan siap membantu) : sejauh mana guru menaruh perhatian, penuh pertimbangan, percaya diri dalam bertindak, ramah, dan dapat dipercaya.
·Understanding (memahami Siswa) : sejauh mana guru siap mendengar keluhan, menaruh empati, memahami dan dapat dipercaya, dan bersikap terbuka dengan para siswa.
·Responsibility / Freedom (kebebasan Siswa dalam mengemukakan pendapat) : memberi kesempatan kepada para siswa lebih mandiri, memberikan tanggung jawab dan kebebasan dalam mengambil keputusan kepada para siswa.
·Uncertain (ketidakpastian) : sejauh mana guru penuh ketidakpastian dalam bertindak dan rendah hati.
·Dissatisfied (ketidakpuasan) : sejauh mana guru menyatakan ketidakpuasannya, kritik, terlihat tidak bahagia, berdiam diri.
·Admonishing (memberi peringatan) : sejauh mana guru menjadi marah, menyatakan kejengkelan dan kemarahannya, memberi peringatan dan hukuman.
·Strict behaviour (berperilaku tegas) : sejauh mana guru melakukan pemeriksaan di kelas berkaitan dengan kegiatan pengajaran, menjaga ketenangan, dan menegakkan aturan dengan keras.
No comments:
Post a Comment