Saturday, May 26, 2007

Mutu Layanan Pendidikan dan Kepuasan Mahasiswa di Indonesia

Lembaga Pendidikan Tinggi tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya industri jasa, dan setiap saat berubah seiring dengan proses globalisasi, oleh karenanya perlu dipasarkan dan berorientasi kepada mahasiswa sebagai salah satu pelanggan lembaga, dan itu konsisten dengan kepentingan pemasaran dunia industri sektor pendidikan (Kamvounias, 1999). Perhatian pada mutu layanan pendidikan yang menekankan pada kepuasan siswa muncul dalam rangka menarik para calon siswa, melayani dan mempertahankan mereka. Peningkatan mutu pendidikan tinggi termasuk di dalamnya mutu layanan akademik dan mutu pengajaran merupakan upaya-upaya yang harus dilakukan agar kepuasan mahasiswa sebagai pelanggan lembaga pendidikan dapat diberikan secara optimal. Namun demikian ada beberapa masalah yang akan dihadapi oleh lembaga pendidikan tinggi di Indonesia pada umumnya, antara lain adalah :

• Rendahnya mutu layanan pendidikan pada sebagian besar lembaga pendidikan tinggi di Indonesia menjadi kendala dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional, di lain pihak mutu layanan pendidikan mempunyai hubungan dengan kepuasan mahasiswa sebagai pelanggan lembaga (Greiner, 2000), dan kepuasan siswa terhadap dosen, dan program (Riportela Couste dan Torres, 2001).

• Di lain pihak kepuasan, komitmen secara emosional, kepercayaan, dan komitmen kognitif mahasiswa terhadap lembaga pendidikan tinggi mempunyai pengaruh pada loyalitas mahasiswa sebagai pelanggan (Hennig, Langer, dan Hansen, 2001).

• Masalah yang lain seperti misalnya keterbatasan sumber daya manusia, belajar, dana, fasilitas fisik lembaga, dan fasilitas pendukung lainnya akan berpengaruh pada mutu kinerja sekolah (Surono, 2005).
• Rendahnya kesejahteraan, komitmen, dan motivasi kerja dosen mempunyai pengaruh yang signifikan pada kinerja dosen, dan ini akan berpengaruh pada pada hasil belajar siswa (Haryadi, 2005).
• Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan mutu pendidikan, khususnya pendidikan tinggi telah dilakukan secara rutin dan berkelanjutan melalui evaluasi diri dan akreditasi, tetapi apakah mahasiswa sebagai pelanggan lembaga merasa puas akan layanan yang diberikan.

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara mutu layanan pendidikan dan kepuasan mahasiswa, antara lain :

• Holdford & Patkar (2003) mengidentifikasi mutu layanan pendidikan Farmasi di Amerika, dan menyimpulkan bahwa semua dimensi mutu layanan pendidikan kecuali dimensi faculty communication dapat digunakan untuk menaksir item-item kepuasan mahasiswa menyeluruh.

• Riportela, Couste, & Torres (2001) melakukan kajian empirik tentang model pengukuran mutu pengajaran pada Program Master, dan menyimpulkan bahwa faktor kejelasan dan antusias dosen mengajar, partisipasinya dosen dalam kelas, kemudahan mendapatkan bahan rujukan, ketepatan waktu dalam mengajar membunyai hubungan dengan kepuasan mahasiswa terhadap dosen dan program, loyal terhadap seorang dosen untuk mata kuliah yang berbeda.

• Soemantri, H. (2006) mengidentifikasi beberapa faktor dari mutu layanan pendidikan yang berpengaruh pada kepuasan mahasiswa secara menyeluruh pada suatu lembaga pendidikan tinggi di Bandung sebagai studi kasus, dan menyimpulkan bahwa tiga faktor yang mendasari mutu layanan pendidikan (penyampaian materi perkuliahan, hubungan dosen / fakultas dengan mahasiswa, dan reputasi lembaga) berpengaruh pada kepuasan mahasiswa secara menyeluruh.

Saturday, May 19, 2007

Evaluasi Siswa Terhadap Efektivitas Pengajaran (Students’ Evaluation of Teaching Effectiveness)

Evaluasi siswa terhadap pengajaran yang efektif merupakan salah satu topik yang didiskusikan pada literatur pendidikan tinggi (Gursoy & Umbreit, 2005), dan evaluasi ini dilakukan oleh siswa terhadap dosen. Evaluasi siswa terhadap pengajaran yang efektif telah umum dilakukan pada universitas dan pendidikan tinggi di Amerika Utara dua puluh tahun terakhir ini, dan dirancang untuk mengukur mutu pengajaran. Menurut literatur (Lin, Watkins, dan Meng, 1994), evaluasi siswa terhadap efektivitas pengajaran (Students’ Evaluation of Teaching Effectiveness disingkat SETEs) telah banyak dilakukan sejak tahun 1920 atau bahkan lebih awal dari itu. Tinjauan yang dilakukan oleh Marsh dan Dunlin (1992) dalam Ling, Watkins, dan Meng (1994) mengidentifikasi bahwa : a) SETEs are multifaceted; b) SETEs stabil dan dapat dipercaya (reliable); c) SETEs sebagian besar menyangkut dosen yang memberikan pengajaran dan bukan siswa; d) SETEs merupakan indikator-indikator yang sah (valid indicators) dari pengajaran yang efektif; e) SETEs secara relatif tidak menyimpang dari variabel yang dihipotesiskan sehingga tidak terjadi penyimpangan yang potensial (SETEs are relatively unaffected by a variety of variables hypothesized as potential biases to the ratings); dan f) SETEs layak dipertimbangkan akan bermanfaat untuk para dosen sebagai umpan balik untuk peningkatan pengajaran, untuk para siswa yang akan melanjutkan pada suatu program studi ke jenjang pendidikan tinggi, dan para administrator bermanfaat untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan personil. Fakta menunjukkan bahwa SETEs adalah multifaceted didukung oleh sejumlah kajian empiris (Marsh, 1987). Usaha terbatas telah dilakukan untuk meneliti penggunaan instrumen evaluasi ini, dan berusaha menggeneralisasi hasil temuan penelitian terkait pada para siswa dengan kultur dan konteks pendidikan yang berbeda, seperti misalnya di negara dunia ketiga. Dalam berbagai rujukan tentang evaluasi siswa terhadap pengajaran, beberapa instrumen telah dibangun dengan beberapa faktor yang mempunyai pengaruh yang kuat pada mutu pengajaran antara lain (Marsh & Hocevar, 1990) :

1. Instrumen endeavor yang dikembangkan oleh Frey’s (Frey, Leonard & Beatty, 1975; juga oleh Marsh, 1981, 1986), terdiri dari dimensi : presentation clarity, workload, personal attentation, class discussion, organization/planning,grading, student accomplishments.
2. Deskripsi siswa berkaitan dengan pengajaran (The Student Description of Teaching / SDT), kuisener yang dikembangkan oleh Hildebrand, Wilson, dan Dienst (1971), yang terdiri dari dimensi : analytic/synthetic approach, organization/clarity, instructor group interaction, instructor individual interaction, dan dynamic/enthusiasm.

3. Instrumen SEEQ (students’ evaluation of educational quality) dikembangkan oleh Marsh (Marsh, 1982b; 1983, 1984; 198), terdiri dari dimensi learning/Value, instructor enthusiasm, organization / clarity, individual rapport, group interaction, breadth of coverage, examinations/grading, assignments / readings, dan workload / difficulty.

4. The Michigan State SIRS instrument (Warrington, 1973) terdiri dari beberapa dimensi, antara lain : instructor involvement, student interest and performance, student-instructor interaction, course demands, dan course organization.


Memperhatikan keempat instrumen yang telah dibangun di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi terhadap pengajaran yang efektif terdiri dari paling sedikit tiga komponen dasar (Toland & de Ayala, 2005) :

1. Subject matter : penilaian yang meliputi evaluasi pengetahuan dosen pada subyect matter dan bagaimana pengetahuan tersebut direfleksikan ke dalam materi pengajaran. Hal itu disebabkan bahwa menguasai subject matter merupakan kemampuan mereka, dan untuk menjadi fakultas panutan atau favorit penilaian pada komponen ini merupakan sesuatu kegiatan yang mutlak harus dilakukan. Sehingga penilaian terhadap mereka secara normal akan menjadi beban dibandingkan komentar dari siswa.

2. Organization : penilaian terhadap lembaga meliputi evaluasi terhadap rancangan pengajaran (design of the course) meliputi silabus dan hal-hal yang berkaitan dengan materi pengajaran, walaupun menjadi fakultas panutan akan lebih baik jika mengevaluasi keseluruhan hubungan timbal balik antara lembaga dan apa yang terjadi di kelas. Sehingga baik evaluasi yang dilakukan fakultas secara internal maupun yang dilakukan oleh siswa secara substansial mempunyai porsi yang sama.

3. Delivery : penilaian pada bagaimana pengajaran disampaikan meliputi kemampuan dosen dalam mentransfer pengetahuan, memotivasi siswa, to encourage inquiry. Karena siswa dalam posisi sebagai penilai apa yang telah disampaikan oleh dosen dalam kurun waktu semester berjalan, dan komentar mereka akan menjadi beban secara substansial. Pengamatan terhadap fakultas yang sejenis akan menghasilkan informasi tambahan untuk melakukan evaluasi ini.

Saturday, May 12, 2007

BEBERAPA FAKTOR DARI MUTU LAYANAN AKADEMIK DAN PENGAJARAN YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN MAHASISWA UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Handoyo Soemantri *)

ABSTRACT

The measure of academic service and teaching quality performance plays an important role in every quality improvement effort, especially in higher education.
The purpose of this study was to determine if a relationship existed between perceptions of academic service quality and teaching quality in higher education, to predict the overall student satisfaction by the factors of educational service and teaching quality, and to analysis the differences overall student satisfaction by student demographic. This study assesses universities students’ perceptions of services experienced at University of Islam Nusantara (UNINUS) Bandung.
The questionnaire used in this survey was based on the SERVPERF (Service Quality = Performance) scale adaptations of Cronin and Taylor (1992), that contains 20 service attributes, grouped together into five dimensions adaptations of Parasuraman et al. (1988), and SEEQ scale contains 32 attributes, grouped together into nine dimensions adaptations of Marsh’s (1982), and The Overall Students’ Satisfaction scale adaptations of Holdford and Patkar (2003), contains 7 students’ satisfaction attributes. The researchers obtain the response of 204 students from the undergraduate and graduate students’ for the study. The validity analysis conducted to analyze the overall attributes assessment, and analyse to yield five attributes omit from the analysis so that 54 attributes remained. The reliability analysis produces a Cronbach Alpha coefficient is 0.9324 and split half methods with the coefficient are 0.9065 (27 attributes) and 0.8569 (27 attributes), which is very satisfactory.
A Principal Component Analysis (PCA), using varimax rotation, was carried out on the total samples. It yielded three factors of higher education student perceptions of educational service and teaching quality, which account for 77.505 % of the variation in the data. We have labeled the three factors as : Factor 1 was labelled ‘Teaching Materials Delivery’ and was composed 29 attributes, Factor 2 consisted of 12 attributes was labeled ‘Communication of civitas academic’ , and Factor 3 was labeled ‘Institutional Reputation’ and comprised 6 attributes. Stepwise regression analyses showed the extent to which the three factors of the educational service and teaching quality predicted one or more of the overall students’ satisfaction attributes. Factor 1 predicted to four attributes (I am satisfied with the quality teaching, the extent of my intellectual development, school’s curriculum, and that the school provided me a high quality education), Factor 2 predicted to two attributes (I am satisfied with the faculty of this school and the administration of this school), and Factor 3 predicted to one attributes (I am satisfied with the school’s facilities).
Test hypothesis related to perception of the three factors not significant differences when classified according to gender, marital status, works type (governance, private sector, etc), and professions, and there is significant almost differences when classified according to work or not yet, age group, source of education fund, semester, student’s categories, and faculty.

Keywords : Educational Service Quality, Teaching Quality, Overall Students’ Satisfaction, Students’ Perception.

*) Soemantri, H. (2006). Beberapa Faktor Dari Mutu Layanan Akademik dan Pengajaran Yang Mempengaruhi Kepuasan Mahasiswa Universitas Islam Nusantara Bandung. Tesis Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Islam Nusantara Bandung.

Thursday, May 3, 2007

Mutu Layanan Pendidikan

Tujuan dari suatu universitas atau lembaga pendidikan tinggi di Indonesia meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, oleh karena itu bentuk layanan yang diselenggarakannya juga meliputi ketiga aspek tersebut di atas. Layanan pengajaran meliputi setiap kegiatan yang diselenggarakan di luar maupun di dalam kelas, layanan penelitian meliputi semua kegiatan penelitian baik yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa, yang diselenggarakan mandiri maupun diwadahi oleh suatu lembaga. Sedangkan layanan pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan universitas kepada masyarakat pada umumnya berkaitan dengan hal-hal yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, kegiatan ini bisa dilakukan melalui bentuk kerjasama maupun tidak. Menghimpun umpan balik berkaitan dengan berbagai aspek pendidikan dari para mahasiswa merupakan bagian yang penting dari penilaian hasil pendidikan.

Para administrator pendidikan telah membangun mekanisme untuk mendapatkan bermacam-macam umpan balik dari mahasiswa, dan selanjutnya mengevaluasi persepsi siswa mengenai pengalaman mereka selama mengikuti proses pendidikan. Beberapa peneliti menganjurkan untuk mengevaluasi persepsi siswa terhadap mutu layanan pendidikan (Allen, J. and David, D. (1991); Di Domino, E. and Bonnici, J. (1996); dan Holdford and Reinders (2001) dalam Holdford and Patkar (2003). Mutu layanan pendidikan (educational service quality) didefinisikan oleh Holdford and Reinders (2001) sebagai : mengevaluasi layanan yang diterima (service received) oleh mahasiswa secara menyeluruh sebagai bagian dari pengalaman pendidikan (educational experience) mereka, meliputi bermacam-macam kegiatan di dalam dan di luar kelas, seperti pengajaran di kelas, interaksi antara siswa dan fakultas, fasilitas pendidikan, dan hubungan antara siswa dengan staf administrasi lembaga.

Beberapa peneliti tersebut di atas menyatakan bahwa umpan balik dari para siswa berkaitan dengan layanan pendidikan bermanfaat untuk berbagai keperluan, seperti misalnya untuk program perbaikan mutu pendidikan, mengidentifikasi gap (kesenjangan) antara persepsi siswa dan pendidik berkaitan dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga, dan juga dapat digunakan sebagai alat strategik untuk program pemasaran pendidikan. Beberapa kajian empirik telah dilakukan oleh para peneliti untuk mengevaluasi mutu layanan pendidikan, dan mereka umumnya merujuk dari apa yang dilakukan peneliti bidang pemasaran. Para peneliti memulai dengan menggunakan lima dimensi mutu dari Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990) untuk mencoba mengidentifikasi dimensi mutu layanan yang cocok untuk bidang pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, yakni :
•Tangibles : penampilan fisik lembaga, peralatan, pegawai dan sarana komunikasi.
• Reliability : kemampuan untuk memberikan layanan sebagaimana yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten.
•Responsiveness : kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan dengan cepat.
•Assurance (kombinasi dari competence, courtesy, credibility, security) : kemampuan staf lembaga untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan melalui rasa hormat dan pengetahuan yang mereka miliki.
•Empathy (kombinasi dari acess, communication, understanding the customer) : perhatian staf lembaga yang diberikan kepada pelanggan secara individu.

Dalam Othman dan Owen (2000), dijelaskan bahwa alat (tool) untuk mengukur mutu layanan yang populer adalah SERVQUAL, suatu instrumen yang dirancang oleh tim peneliti bidang pemasaran (Parasuraman, Berry, dan Zeithaml (1985, 1988, 1990, 1991, 1993, 1994), sedangkan menurut Cronin dan Taylor (1992) dalam Zhiltsov (2006 : 12), membangun model untuk mengukur mutu layanan hanya cukup dengan mengukur kinerja (performance) mutu layanan dan mereka menyebutnya sebagai instrumen SERVPERF. Beberapa kajian empirik yang dilakukan oleh peneliti mencoba untuk mengidentifikasi dimensi mutu layanan yang cocok untuk pendidikan, antara lain :
• Holford & Patkar (2003 : 4-5) : mengidentifikasi mutu layanan Pendidikan Tinggi Farmasi di Amerika, yakni : administration, interpersonal personal behaviour of faculty, faculty communication, facilities, dan faculty expertise.
• Nangalinggam & Sivanand (2004) : melakukan kajian komparatif kepuasan mahasiswa perguruan tinggi negeri & swasta di Malaysia, dan mengidentifikasi : service product, administration, lecturers, dan facilities.
• Snipes & Thomson (1999 : 51) : melakukan kajian empirik berkaitan dengan beberapa faktor yang mendasari persepsi mahasiswa, yakni : employee empathy, employee competence & reliability, dan tangibles of the work environment.
• Athiyainan & O’Donnell (1993) : melakukan kajian empirik berkaitan dengan mutu pendidikan tinggi yang berkelanjutan, khususnya pada program MBA di Finlandia, dan berhasil mengidentifikasi : technical quality, functional quality, interaction quality, dan utility.
• Soemanrtri, H. (2006) : melakukan kajian empirik berkaitan dengan beberapa faktor dari mutu layanan pendidikan (teaching material delivery, communication of civitas academic, dan institutional reputation) yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa menyeluruh.