Tujuan dari suatu universitas atau lembaga pendidikan tinggi di Indonesia meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, oleh karena itu bentuk layanan yang diselenggarakannya juga meliputi ketiga aspek tersebut di atas. Layanan pengajaran meliputi setiap kegiatan yang diselenggarakan di luar maupun di dalam kelas, layanan penelitian meliputi semua kegiatan penelitian baik yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa, yang diselenggarakan mandiri maupun diwadahi oleh suatu lembaga. Sedangkan layanan pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan universitas kepada masyarakat pada umumnya berkaitan dengan hal-hal yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, kegiatan ini bisa dilakukan melalui bentuk kerjasama maupun tidak. Menghimpun umpan balik berkaitan dengan berbagai aspek pendidikan dari para mahasiswa merupakan bagian yang penting dari penilaian hasil pendidikan.
Para administrator pendidikan telah membangun mekanisme untuk mendapatkan bermacam-macam umpan balik dari mahasiswa, dan selanjutnya mengevaluasi persepsi siswa mengenai pengalaman mereka selama mengikuti proses pendidikan. Beberapa peneliti menganjurkan untuk mengevaluasi persepsi siswa terhadap mutu layanan pendidikan (Allen, J. and David, D. (1991); Di Domino, E. and Bonnici, J. (1996); dan Holdford and Reinders (2001) dalam Holdford and Patkar (2003). Mutu layanan pendidikan (educational service quality) didefinisikan oleh Holdford and Reinders (2001) sebagai : mengevaluasi layanan yang diterima (service received) oleh mahasiswa secara menyeluruh sebagai bagian dari pengalaman pendidikan (educational experience) mereka, meliputi bermacam-macam kegiatan di dalam dan di luar kelas, seperti pengajaran di kelas, interaksi antara siswa dan fakultas, fasilitas pendidikan, dan hubungan antara siswa dengan staf administrasi lembaga.
Beberapa peneliti tersebut di atas menyatakan bahwa umpan balik dari para siswa berkaitan dengan layanan pendidikan bermanfaat untuk berbagai keperluan, seperti misalnya untuk program perbaikan mutu pendidikan, mengidentifikasi gap (kesenjangan) antara persepsi siswa dan pendidik berkaitan dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga, dan juga dapat digunakan sebagai alat strategik untuk program pemasaran pendidikan. Beberapa kajian empirik telah dilakukan oleh para peneliti untuk mengevaluasi mutu layanan pendidikan, dan mereka umumnya merujuk dari apa yang dilakukan peneliti bidang pemasaran. Para peneliti memulai dengan menggunakan lima dimensi mutu dari Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990) untuk mencoba mengidentifikasi dimensi mutu layanan yang cocok untuk bidang pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, yakni :
•Tangibles : penampilan fisik lembaga, peralatan, pegawai dan sarana komunikasi.
• Reliability : kemampuan untuk memberikan layanan sebagaimana yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten.
•Responsiveness : kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan dengan cepat.
•Assurance (kombinasi dari competence, courtesy, credibility, security) : kemampuan staf lembaga untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan melalui rasa hormat dan pengetahuan yang mereka miliki.
•Empathy (kombinasi dari acess, communication, understanding the customer) : perhatian staf lembaga yang diberikan kepada pelanggan secara individu.
Dalam Othman dan Owen (2000), dijelaskan bahwa alat (tool) untuk mengukur mutu layanan yang populer adalah SERVQUAL, suatu instrumen yang dirancang oleh tim peneliti bidang pemasaran (Parasuraman, Berry, dan Zeithaml (1985, 1988, 1990, 1991, 1993, 1994), sedangkan menurut Cronin dan Taylor (1992) dalam Zhiltsov (2006 : 12), membangun model untuk mengukur mutu layanan hanya cukup dengan mengukur kinerja (performance) mutu layanan dan mereka menyebutnya sebagai instrumen SERVPERF. Beberapa kajian empirik yang dilakukan oleh peneliti mencoba untuk mengidentifikasi dimensi mutu layanan yang cocok untuk pendidikan, antara lain :
• Holford & Patkar (2003 : 4-5) : mengidentifikasi mutu layanan Pendidikan Tinggi Farmasi di Amerika, yakni : administration, interpersonal personal behaviour of faculty, faculty communication, facilities, dan faculty expertise.
• Nangalinggam & Sivanand (2004) : melakukan kajian komparatif kepuasan mahasiswa perguruan tinggi negeri & swasta di Malaysia, dan mengidentifikasi : service product, administration, lecturers, dan facilities.
• Snipes & Thomson (1999 : 51) : melakukan kajian empirik berkaitan dengan beberapa faktor yang mendasari persepsi mahasiswa, yakni : employee empathy, employee competence & reliability, dan tangibles of the work environment.
• Athiyainan & O’Donnell (1993) : melakukan kajian empirik berkaitan dengan mutu pendidikan tinggi yang berkelanjutan, khususnya pada program MBA di Finlandia, dan berhasil mengidentifikasi : technical quality, functional quality, interaction quality, dan utility.
• Soemanrtri, H. (2006) : melakukan kajian empirik berkaitan dengan beberapa faktor dari mutu layanan pendidikan (teaching material delivery, communication of civitas academic, dan institutional reputation) yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa menyeluruh.
Para administrator pendidikan telah membangun mekanisme untuk mendapatkan bermacam-macam umpan balik dari mahasiswa, dan selanjutnya mengevaluasi persepsi siswa mengenai pengalaman mereka selama mengikuti proses pendidikan. Beberapa peneliti menganjurkan untuk mengevaluasi persepsi siswa terhadap mutu layanan pendidikan (Allen, J. and David, D. (1991); Di Domino, E. and Bonnici, J. (1996); dan Holdford and Reinders (2001) dalam Holdford and Patkar (2003). Mutu layanan pendidikan (educational service quality) didefinisikan oleh Holdford and Reinders (2001) sebagai : mengevaluasi layanan yang diterima (service received) oleh mahasiswa secara menyeluruh sebagai bagian dari pengalaman pendidikan (educational experience) mereka, meliputi bermacam-macam kegiatan di dalam dan di luar kelas, seperti pengajaran di kelas, interaksi antara siswa dan fakultas, fasilitas pendidikan, dan hubungan antara siswa dengan staf administrasi lembaga.
Beberapa peneliti tersebut di atas menyatakan bahwa umpan balik dari para siswa berkaitan dengan layanan pendidikan bermanfaat untuk berbagai keperluan, seperti misalnya untuk program perbaikan mutu pendidikan, mengidentifikasi gap (kesenjangan) antara persepsi siswa dan pendidik berkaitan dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga, dan juga dapat digunakan sebagai alat strategik untuk program pemasaran pendidikan. Beberapa kajian empirik telah dilakukan oleh para peneliti untuk mengevaluasi mutu layanan pendidikan, dan mereka umumnya merujuk dari apa yang dilakukan peneliti bidang pemasaran. Para peneliti memulai dengan menggunakan lima dimensi mutu dari Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990) untuk mencoba mengidentifikasi dimensi mutu layanan yang cocok untuk bidang pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, yakni :
•Tangibles : penampilan fisik lembaga, peralatan, pegawai dan sarana komunikasi.
• Reliability : kemampuan untuk memberikan layanan sebagaimana yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten.
•Responsiveness : kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan dengan cepat.
•Assurance (kombinasi dari competence, courtesy, credibility, security) : kemampuan staf lembaga untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan melalui rasa hormat dan pengetahuan yang mereka miliki.
•Empathy (kombinasi dari acess, communication, understanding the customer) : perhatian staf lembaga yang diberikan kepada pelanggan secara individu.
Dalam Othman dan Owen (2000), dijelaskan bahwa alat (tool) untuk mengukur mutu layanan yang populer adalah SERVQUAL, suatu instrumen yang dirancang oleh tim peneliti bidang pemasaran (Parasuraman, Berry, dan Zeithaml (1985, 1988, 1990, 1991, 1993, 1994), sedangkan menurut Cronin dan Taylor (1992) dalam Zhiltsov (2006 : 12), membangun model untuk mengukur mutu layanan hanya cukup dengan mengukur kinerja (performance) mutu layanan dan mereka menyebutnya sebagai instrumen SERVPERF. Beberapa kajian empirik yang dilakukan oleh peneliti mencoba untuk mengidentifikasi dimensi mutu layanan yang cocok untuk pendidikan, antara lain :
• Holford & Patkar (2003 : 4-5) : mengidentifikasi mutu layanan Pendidikan Tinggi Farmasi di Amerika, yakni : administration, interpersonal personal behaviour of faculty, faculty communication, facilities, dan faculty expertise.
• Nangalinggam & Sivanand (2004) : melakukan kajian komparatif kepuasan mahasiswa perguruan tinggi negeri & swasta di Malaysia, dan mengidentifikasi : service product, administration, lecturers, dan facilities.
• Snipes & Thomson (1999 : 51) : melakukan kajian empirik berkaitan dengan beberapa faktor yang mendasari persepsi mahasiswa, yakni : employee empathy, employee competence & reliability, dan tangibles of the work environment.
• Athiyainan & O’Donnell (1993) : melakukan kajian empirik berkaitan dengan mutu pendidikan tinggi yang berkelanjutan, khususnya pada program MBA di Finlandia, dan berhasil mengidentifikasi : technical quality, functional quality, interaction quality, dan utility.
• Soemanrtri, H. (2006) : melakukan kajian empirik berkaitan dengan beberapa faktor dari mutu layanan pendidikan (teaching material delivery, communication of civitas academic, dan institutional reputation) yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa menyeluruh.
No comments:
Post a Comment