Sejak awal para ahli psikologi yang mendalami teori motivasi mencoba untuk menjelaskan motivasi di beberapa bidang kajian yang berbeda dan di beberapa jenis perilaku (Weiner, 1990). White (1959 : 317-318) mendiskusikan motivasi mastery (mastery or effectance motivation) sebagai kemampuan, dan mengusulkan sinonim dari kapabilitas (kemampuan), kapasitas, efisiensi, kecakapan, dan keterampilan. White berargumentasi bahwa seseorang mempunyai sesuatu hal yang tidak bisa dipisahkan, yakni merasa dirinya mampu dan sekaligus saling berhubungan secara efektif dengan lingkungan atau dipengaruhi oleh lingkungan. Tujuan dari motivasi mastery adalah sejauh mana seseorang mempunyai keyakinan atas kapasitas yang dimilikinya (efficacy) atau dapat menguasai diri dengan baik (personal mastery), dan ini merupakan suatu kebutuhan yang hadir sejak awal. Motivasi mastery juga berperan dalam belajar anak walaupun bukan yang utama. Ketika para siswa masuk sekolah, mereka mulai mengarahkan motivasinya pada penguasaan mata pelajaran tertentu. Prestasi sekolah dan hasil belajar lainnya dihipotesiskan berasal dari motivasi mastery. Motivasi adalah atribut yang menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu atau tidak (Grendler, 2001). Menurut Harter (1981), anak mempunyai motivasi yang berorientasi intrinsik (mastery or instricsic orientation) bila sedang belajar di kelas, yang ditentukan oleh minat yang timbul dari dirinya seperti penguasaan, keingintahuan, dan memilih sesuatu dalam menghadapi tantangan. Motivasi intrinsik mempunyai pola yang berhubungan dengan kemampuan dan pengendalian diri yang tinggi, merencanakan dan menganalisis tugas secara realistis, dan percaya dengan usaha yang dilakukannya dalam meningkatkan kemampuan dan pengendalian diri (Fincham & Chain, 1986). Anak juga memiliki motivasi yang berorientasi ekstrinsik (performance or extrinsic orientation) bila sedang belajar di kelas, yang ditentukan oleh minat yang berasal dari luar dirinya seperti restu atau petunjuk dan penilaian dari guru. Motivasi ekstrinsik yang mendorong ke arah belajar ditandai oleh pertimbangan di luar dirinya dalam melakukan suatu pekerjaan, seperti misalnya kinerja seorang siswa, penilaian dari guru, atau untuk mengantisipasi suatu penghargaan atau pujian (Goldberg, 1994).Kerangka teoritis pada penelitian Harter’s mempunyai pengaruh yang besar pada teori motivasi, dengan bertitik tolak pada argumentasi White. Harte (1983) mengusulkan suatu model tentang motivasi masteri (mastery or effectance motivation), yang menggambarkan pengaruh dari kesuksesan atau kegagalan yang dialami. Tujuan dari motivasi masteri adalah untuk memperoleh kemampuan dalam menghadapi pengaruh lingkungan seseorang (Eccles, Wigfield, and Sciefele, 1998). Harter (1980, 1981) secara operasional membangun konstruk (construct) Children’s Self Report Scale of Intrinsic versus Extrinsic Motivation in the Classroom. Instrumen itu terdiri dari 30 item yang dikelompokkan menjadi 5 skala dan masing-masing terdiri dari 6 item (3 item untuk intrinsik dan 3 item untuk ekstrinsik), yakni :
- Preference for challege : memilih sesuatu dalam menghadapi tantangan dan bukan mencari sesuatu dengan mudah.
- Curiosity : melakukan suatu pekerjaan untuk memenuhi rasa keingintahuan dan minat yang pada dirinya, tetapi bukan untuk menyenangkan guru dan memperoleh nilai yang bagus.
- Independent mastery : berusaha sendiri dan tidak tergantung dari guru.
- Independent judgment : mempertimbangkan sesuatu sendiri dan tidak hanya percaya pada pertimbangan guru atau orang lain.
- Internal criteria : mempunyai kriteria sendiri dalam menentukan sesuatu hal yang dianggap akan sukses atau gagal dibandingkan dengan kriteria yang berasal di luar dirinya.
Motivasi berdasar pada penguasaan (mastery or intrinsic motivation) didefinisikan oleh White sebagai kecenderungan umum yang saling berhubungan dan dipengaruhi oleh lingkungan (White, 1959). White memandang kecenderungan ini harus dihadapi secara efektif dengan memotivasi diri, karena kepuasan yang dicapai tidak bisa dipisahkan dengan perasaan senang (Harter, 1981). Motivasi yang berdasarkan pada pertimbangan (judgment motivation) berkaitan dengan skala internal criteria dan independent judgment, dan ini mencerminkan sejauh mana anak memiliki kepercayaan dibandingkan bila bersandar pada pertimbangan orang lain, dan menjadi dasar (internal maupun eksternal) dalam mengevaluasi kinerja (performance) anak di sekolah (Ginsburg & Bronstein, 1993).Entwisle dan koleganya menemukan bahwa motivasi intrinsik anak-anak muda cenderung sangat tinggi (Enrwisle, Alexander, Cadigan, & Pallas, 1986). Goldberg (1994) menyatakan bahwa motivasi intrinsik akan berkurang dengan mulai digunakannya motivasi ekstrinsik, hal itu disebabkan oleh keadaan di luar dirinya mulai memberi penghargaan atau pujian, dan cenderung berubah atau berkurang ketika umur anak meningkat. Kassin & Lepper (1984) mempertunjukkan bahwa jika anak-anak diberi pertimbangan di luar dirinya untuk mulai bekerja dan mereka menikmati kegiatan itu, mereka menduga bahwa mereka telah ikut ambil bagian dengan alasan yang disebabkan oleh keadaan di luar dirinya, dan di masa mendatang mereka cenderung tidak ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan manakala tidak memberikan suatu penghargaan atau pujian.Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan motivasi siswa di kelas, antara lain Gottfried (1985) memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara motivasi (instrinsik) akademik dengan prestasi anak di kelas. Skala Children’s Academic Intrinsic Motivation Inventory (CAIMI) digunakan untuk mengukur motivasi intrinsik anak dalam belajar di kelas. Demikian juga Fortier (1995) dalam penelitiannya menemukan bahwa kompetensi akademik yang dirasakan siswa mempunyai hubungan positip dengan motivasi intrinsik, Boggiano et al. (1992) mengungkapkan bahwa motivasi akademik anak mempunyai pengaruh yang positip pada kinerja akademik mereka.
No comments:
Post a Comment